SAMPIT,PPOST
Para pengecer solar di SBPU berencana mendatangi gedung DPRD Kotim. Hal ini karena Pemkab Kotim dinilai tidak mengakomodir aspirasi mereka. Koordinator LSM Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kotim, Audy Valent mengatakan, pihaknya telah mendapat mandat dari 400 pengecer solar untuk memfasilitasi rencana itu.“Suratnya segera kita kirimkan ke dewan, agenda untuk menyampaikan aspirasi para pengecer di Kotim yang jumlahnya berkisar 400 orang,” tandas Audy.
Diakuinya tidak semua pengecer akan datang ke DPRD. Mereka akan diwakili oleh beberapa orang koordinator dan pihak LSM selaku pendamping masyarakat.
Keberadaan pengecer menurut Audy, sangat dibutuhkan oleh masyarakat pedalaman untuk pemenuhan kebutuhan solar alat transportasi air, kebutuhan listrik desa, dan kebutuhan pertanian serta perkebunan.
“Dampak sulitnya mendapatkan solar saat ini harga solar di pedalaman melambung tinggi, berkisar Rp 9.000 - Rp10.000 perliter. Padahal ini solar subsidi,” katanya, Rabu (19/5).
Sejauh ini pengecer hanya dinilai sebelah mata oleh sejumlah kalangan. Sering dicap sebagai pelangsir. Padahal keberadaannya cukup membantu kelancaran distribusi solar di pedalaman.
Justru, versi pengecer, yang menjadi pelangsir ditengarai adalah angkutan tertentu yang mondar-mandir mengisi solar secara terus menerus di SPBU. Juga ada sekelompok truk yang diduga dikoordinir oleh pengusaha tertentu yang mengangkut hasil industri seperti sawit seharusnya mengambil solar harga industri.
Seharusnya, Pemkab setempat juga meperhatikan nasib para pengecer tersebut karena rapat yang digelar Pemkab beberapa pekan lalu belum mengakomodasi kepentingan pengecer.
Ketua Komisi II DPRD Kotim, Jhon Krisli berpendapat untuk mengatasi kesulitan solar di pedalaman sebaiknya dibentuk pangkalan hingga ke desa-desa.
“Saya mengusulkan agar semua desa di Kotim harus ada pangkalan baik solar, minyak tanah, maupun bensin,” katanya.
Sejauh ini yang ada di Kotim hanya pangkalan minyak tanah. Itupun masih banyak menumpuk di kota. Sedangkan pangkalan solar, yang menjadi banyak kebutuhan transportasi baik darat dan air, distribusinya sangat terbatas di pedalaman.
Sedangkan Pengurus Kadin Kotim, M Gumarang berpendapat sebaiknya pengecer solar yang biasa membeli minyak di SPBU dilegalkan dengan membentuk sebuah koperasi. Mereka dapat mengambil minyak dari Pertamina sehingga tidak mengganggu alat transportasi darat yang membeli minyak di SPBU.ari
Para pengecer solar di SBPU berencana mendatangi gedung DPRD Kotim. Hal ini karena Pemkab Kotim dinilai tidak mengakomodir aspirasi mereka. Koordinator LSM Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kotim, Audy Valent mengatakan, pihaknya telah mendapat mandat dari 400 pengecer solar untuk memfasilitasi rencana itu.“Suratnya segera kita kirimkan ke dewan, agenda untuk menyampaikan aspirasi para pengecer di Kotim yang jumlahnya berkisar 400 orang,” tandas Audy.
Diakuinya tidak semua pengecer akan datang ke DPRD. Mereka akan diwakili oleh beberapa orang koordinator dan pihak LSM selaku pendamping masyarakat.
Keberadaan pengecer menurut Audy, sangat dibutuhkan oleh masyarakat pedalaman untuk pemenuhan kebutuhan solar alat transportasi air, kebutuhan listrik desa, dan kebutuhan pertanian serta perkebunan.
“Dampak sulitnya mendapatkan solar saat ini harga solar di pedalaman melambung tinggi, berkisar Rp 9.000 - Rp10.000 perliter. Padahal ini solar subsidi,” katanya, Rabu (19/5).
Sejauh ini pengecer hanya dinilai sebelah mata oleh sejumlah kalangan. Sering dicap sebagai pelangsir. Padahal keberadaannya cukup membantu kelancaran distribusi solar di pedalaman.
Justru, versi pengecer, yang menjadi pelangsir ditengarai adalah angkutan tertentu yang mondar-mandir mengisi solar secara terus menerus di SPBU. Juga ada sekelompok truk yang diduga dikoordinir oleh pengusaha tertentu yang mengangkut hasil industri seperti sawit seharusnya mengambil solar harga industri.
Seharusnya, Pemkab setempat juga meperhatikan nasib para pengecer tersebut karena rapat yang digelar Pemkab beberapa pekan lalu belum mengakomodasi kepentingan pengecer.
Ketua Komisi II DPRD Kotim, Jhon Krisli berpendapat untuk mengatasi kesulitan solar di pedalaman sebaiknya dibentuk pangkalan hingga ke desa-desa.
“Saya mengusulkan agar semua desa di Kotim harus ada pangkalan baik solar, minyak tanah, maupun bensin,” katanya.
Sejauh ini yang ada di Kotim hanya pangkalan minyak tanah. Itupun masih banyak menumpuk di kota. Sedangkan pangkalan solar, yang menjadi banyak kebutuhan transportasi baik darat dan air, distribusinya sangat terbatas di pedalaman.
Sedangkan Pengurus Kadin Kotim, M Gumarang berpendapat sebaiknya pengecer solar yang biasa membeli minyak di SPBU dilegalkan dengan membentuk sebuah koperasi. Mereka dapat mengambil minyak dari Pertamina sehingga tidak mengganggu alat transportasi darat yang membeli minyak di SPBU.ari