Kajari: Beban Mental Terdakwa Lebih Mengenai di Hati Nuraninya
PALANGKA RAYA, PPOST
Terkait ringannya tuntutan yang diberikan kepada delapan terdakwa dugaan kasus korupsi DPRD Kota Palangka Raya yang disamaratakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (23/2) lalu, pihak kejaksaan kini mulai banyak menuai protes. Walaupun belum ada pernyataan secara resmi yang dilayangkan, gonjang ganjing ini makin santer terdengar di masyarakat. Namun hal ini masih ditanggapi secara dingin oleh pihak kejaksaan negeri setempat.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya, Ali Yuswandi SH, ketika ditemui wartawan, Rabu (24/2), mengatakan itu adalah hal yang wajar-wajar saja karena memang dalam kasus ini adalah satu kasus saja yang dipisah-pisah oleh kejaksaan dengan kerugian yang sama. Hal itulah yang membuat pihak kejaksaan akhirnya mengambil keputusan untuk menyidangkan secara bersamaan dan memberikan tuntutan yang sama kepada terdakwa.
“Itu kan satu kasus saja yang dipisah-pisahkan dengan kerugian yang sama. Jadi itu adalah hal yang wajar apabila dalam tuntutannya juga sama,” ujar Kajari.
Mengenai tuntutan yang sangat kecil untuk kasus korupsi, Yuswandi mengatakan itu adalah yang sudah dikeluarkan oleh pimpinan dan sudah melalui pertimbangan-pertimbangan yang teliti, sedangkan JPU hanya membacakan di persidangan. Salah satu pertimbangannya adalah kerugian negara sudah dikembalikan oleh para terdakwa.
“Saya tidak tahu pertimbangan apa yang dikeluarkan oleh pimpinan yang memberikan tuntutan cuma setahun, namun apabila nantinya dalam perkara ini tidak sesuai harapan kejaksaan, maka kami akan melakukan kasasi,” lanjutnya.
Dikatakannya, walaupun hanya dengan tuntutan setahun, beban mental yang nantinya dirasakan oleh terdakwa tipikor akan lebih mengena di hati nurani, karena dalam hati para terdakwa pasti akan bertanya-tanya mengapa seorang koruptor disamakan dengan masyarakat yang melakukan tindak pidana umum.
“Memang masyarakat bertanya-tanya mengapa tuntutan sangat ringan (satu tahun, red), namun dihati para terdakwa akan merasakan beban mental yang sangat berat karena mereka disamakan dengan kasus pidana biasa,” tandas Yuswandi.
Sementara Kasie Pidsus Kejari Palangka Raya, Medie SH yang juga JPU dalam perkara tersebut ketika akan dikonfirmasikan tidak bisa ditemui. Bahkan sebelumnya, usai persidangan Selasa (23/2) hanya mengatakan no comment dan untuk keperluan konfirmasi kejaksaan hanya melalui satu pintu yaitu melalui pimpinan (Kejari).
Sebelumnya dalam persidangan, JPU hanya menuntut setahun penjara delapan terdakwa korupsi DPRD Kota Palangka Raya pada Pos Pengembangan SDM di Sekretariat DPRD yang mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp2,8 milliar lebih.
Kedelapan terdakwa tersebut yaitu, Mantan Ketua DPRD Aries Marcorius Narang, Wakil Ketua Yurikus Dimang dan H Jamran Kurniawan, Ketua Komisi, Hatir Sata Tarigan, Junaidy dan Agus Romansyah, serta mantan Sekretaris DPRD dan Bendahara, Beker Simon dan Haironimmah.
Alasannya, dalam dakwaan primer dinilai JPU tidak memiliki bukti yang kuat dan tidak terpenuhi sehingga keputusan maupun kebijakan yang seharusnya melekat dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat pemerintahan tidak terpenuhi. Dakwaan primer yang dimaksud adalah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pada pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sehingga yang menguatkan dalam dakwaan subsidairnya adalah kebijakan yang diambil oleh terdakwa untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Hal inilah yang kemudian bahwa kinerja jaksa tak becus, mengingat dalam siding-sidang terdahulu terlihat menggebu-gebu dengan pertanyaan yang sangat menohok para terdakwa, namun memasuki agenda tuntutan tak lagi melihat fakta persidangan yang ada dan kendor dengan pemberian tuntutan yang dinilai sangat kecil untuk kasus tindak pidana korupsi. asr
0 komentar:
Posting Komentar