SAMPIT, PPOST
Raperda bangunan gedung hingga saat ini cuma sekedar “Macan Ompong” bagi para pengusaha wallet di kota Sampit. Bahkan diindikasikan sejumlah oknum dewan dan oknum eksekutif telah “kebocoran” akan hal itu.
Koordinator Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kotim Audy Valent mengaku pesimis jika Perda itu benar-benar disahkan kelak. Ia bahkan menilai ada indikasi oknum dewan dan oknum eksekutif sudah “masuk angin”
Bahkan Audy menuding ada indikasi oknum di dewan dan di eksekutif yang terlibat dalam pembahasan tersebut ‘masuk angin’.
“Coba anda amati. Mengapa mereka hanya ngotot saat awal pembahasan saja. Setelah pembahasan intens cuma segelintir yang hadir, anda amati saja di antara oknum yang terlibat pembahasan ada yang punya hubungan khusus dengan pengusaha wallet,” katanya.
Ia mengaku setuju dengan sanksi pidana dan denda yang tercantum dalam raperda. Hanya saja peluang untuk penyesuaian selama 3 tahun merupakan indikasi bahwa aturan tersebut merupakan pasal karet.
”Perda itu harus jelas dan tegas, jangan sampai menjadi celah bagi pengusaha untuk berkelit karena bisa saja memberi peluang bagi oknum aparat untuk mencari keuntungan dibalik peraturan,” katanya.
Menurutnya jika aparat mau tegas, bangunan yang menyalahi fungsi tak sesuai ijin harus dibongkar dan itu sudah ada perjanjiannya. “Tapi kenyataannya bangunan sarang wallet di kota Sampit masih banyak, dan bahkan faktanya semakin menjamur,” katanya.
Sebelumnya, Sekreratis Badan Legislasi (Baleg) DPRD Dirhamsyah menyatakan pihaknya dapat menyetujui Raperda Bangunan Gedung dengan syarat harus berkonsultasi dulu dengan tiga menteri yakni Mendagri, Menteri PU, dan Menteri LInkungan Hidup.
Menurut Dirhamsyah perlu pertimbangan matang tentang pengenaan pasal pemidanaan kurungan selama tiga tahun dan denda kepada pelanggar perda tersebut. Pasalnya yang dijadikan acuan dalam pembuatan perda itu adalah Undang-undang tentang Bangunan Gedung yang baru lahir pada 2009. “Acuan raperda adalah UU 28/2009. Padahal bangunan gedung walet di Sampit sudah berkembang sebelum UU itu lahir.”
Kendatipun diakui Dirham memang ada batas toleransi dalam setiap pelanggar yang terlanjur membangun gedung gedung walet yang tidak sesuai denganperuntukkannya yakni selama 3 tahun untuk menyesuaikan diri. Persoalannya adalah dikhwatirkan masyarakat di Sampit tidak mampu mengadaptasi perda tersebut sehingga bisa menjadi masalah di kemudian hari.
Pasal-pasal pemidanaan dalam raperda tersebut diatur dalam pasal 117 ayat (1) berbunyi setiap pemilik bangunan yang menyalahi ketentuan dalam perda diancam pidana penjara 3 tahun dan/atau denda 10% dari nilai bangunan jika mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
Selain itu dalam ayat (2) dapat diancam pidana penjara empat tahun dan/atau denda 15% dari nilai bangunan bila akibat pembangunan gedung mencelakakan orang lain. Sedangkan pada ayat (3) dapat diancam pidana penjara 5 tahun dan/atau denda 20% dari nilai bangunan jika mengakibatkan orang lain meninggal dunia.naf
Raperda bangunan gedung hingga saat ini cuma sekedar “Macan Ompong” bagi para pengusaha wallet di kota Sampit. Bahkan diindikasikan sejumlah oknum dewan dan oknum eksekutif telah “kebocoran” akan hal itu.
Koordinator Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Kotim Audy Valent mengaku pesimis jika Perda itu benar-benar disahkan kelak. Ia bahkan menilai ada indikasi oknum dewan dan oknum eksekutif sudah “masuk angin”
Bahkan Audy menuding ada indikasi oknum di dewan dan di eksekutif yang terlibat dalam pembahasan tersebut ‘masuk angin’.
“Coba anda amati. Mengapa mereka hanya ngotot saat awal pembahasan saja. Setelah pembahasan intens cuma segelintir yang hadir, anda amati saja di antara oknum yang terlibat pembahasan ada yang punya hubungan khusus dengan pengusaha wallet,” katanya.
Ia mengaku setuju dengan sanksi pidana dan denda yang tercantum dalam raperda. Hanya saja peluang untuk penyesuaian selama 3 tahun merupakan indikasi bahwa aturan tersebut merupakan pasal karet.
”Perda itu harus jelas dan tegas, jangan sampai menjadi celah bagi pengusaha untuk berkelit karena bisa saja memberi peluang bagi oknum aparat untuk mencari keuntungan dibalik peraturan,” katanya.
Menurutnya jika aparat mau tegas, bangunan yang menyalahi fungsi tak sesuai ijin harus dibongkar dan itu sudah ada perjanjiannya. “Tapi kenyataannya bangunan sarang wallet di kota Sampit masih banyak, dan bahkan faktanya semakin menjamur,” katanya.
Sebelumnya, Sekreratis Badan Legislasi (Baleg) DPRD Dirhamsyah menyatakan pihaknya dapat menyetujui Raperda Bangunan Gedung dengan syarat harus berkonsultasi dulu dengan tiga menteri yakni Mendagri, Menteri PU, dan Menteri LInkungan Hidup.
Menurut Dirhamsyah perlu pertimbangan matang tentang pengenaan pasal pemidanaan kurungan selama tiga tahun dan denda kepada pelanggar perda tersebut. Pasalnya yang dijadikan acuan dalam pembuatan perda itu adalah Undang-undang tentang Bangunan Gedung yang baru lahir pada 2009. “Acuan raperda adalah UU 28/2009. Padahal bangunan gedung walet di Sampit sudah berkembang sebelum UU itu lahir.”
Kendatipun diakui Dirham memang ada batas toleransi dalam setiap pelanggar yang terlanjur membangun gedung gedung walet yang tidak sesuai denganperuntukkannya yakni selama 3 tahun untuk menyesuaikan diri. Persoalannya adalah dikhwatirkan masyarakat di Sampit tidak mampu mengadaptasi perda tersebut sehingga bisa menjadi masalah di kemudian hari.
Pasal-pasal pemidanaan dalam raperda tersebut diatur dalam pasal 117 ayat (1) berbunyi setiap pemilik bangunan yang menyalahi ketentuan dalam perda diancam pidana penjara 3 tahun dan/atau denda 10% dari nilai bangunan jika mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
Selain itu dalam ayat (2) dapat diancam pidana penjara empat tahun dan/atau denda 15% dari nilai bangunan bila akibat pembangunan gedung mencelakakan orang lain. Sedangkan pada ayat (3) dapat diancam pidana penjara 5 tahun dan/atau denda 20% dari nilai bangunan jika mengakibatkan orang lain meninggal dunia.naf
0 komentar:
Posting Komentar