* Polisi Masih Dinilai Tebang Pilih
* Pemerintah Diminta Segera Buat Perda Perkayuan
MUARA TEWEH, PPOST
Entah sudah berapa kali permasalahan kelangkaan kayu dibahas di DPRD Kabupaten Barito Utara (Barut), tapi sampai saat ini belum juga ditemukan solusinya. Padahal permasalahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kebutuhan dasar masyarakat maupun pemerintah.
Perwakilan Gapensi Barut, Salimuddin Mayasin pada rapat pembahasan kelangkaan kayu di DPRD Barut, kemaren mengatakan dengan lantang agar rapat kali ini harus ditemukan solusi berupa aturan yang jelas untuk pemenuhan kebutuhan kayu lokal. Karena menurutnya masyarakat maupun kontraktor yang bekerja pada proyek pemerintah sangat kesulitan dengan kelangkaan kayu lokal.
“Di kabupaten lain seperti Murung Raya dan lainnya, kayu bebas, kenapa daerah kita tidak. Sebenarnya cepat dibuat suatu aturan atau keputusan bersama tentang kayu di daerah ini. Sebenarnya kayu harus bebas untuk kepentingan daerah ini, asal jangan dibawa keluar daerah,” tegas Salimuddin.
Bahkan pada saat rapat mau ditutup oleh pimpinan rapat yang langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Barut, H Aprian Noor, S.Sos, Salimuddin ngotot agar rapat jangan ditutup kalau belum ditemukan solusi kelangkaan kayu.
“Sebaiknya kita enggak usah keluar dari ruangan ini dulu kalau belum ada selembar kertas yang memutuskan tentang kelancaran kayu di daerah ini,” ujarnya dengan suara lantang.
Sebelumnya juga anggota Komisi B DPRD Barut, M Aderiansyah mengatakan, Komisi B dengan pihak Dishutbun setempat sudah beberapa kali membicarakan dan membahas permasalahan ini, tapi kepolisian tetap berpegang kepada peraturan, karena di daerah ini belum dibuat payung hukumnya.
“Kita ini ibarat ayam mati di lumbung padi, makanya lebih baik ada kesepakatan kali ini sebelum Perda selesai. Karena persoalan kayu ini sudah sangat mengganggu kebutuhan dasar masyarakat. Polisi juga selama ini melakukan tebang pilih atau pilih kasih, kalau ditangkap satu ya ditangkap semuanya, karena kita juga sangat mendukung kepolisian untuk menerapkan peraturan,” kata politisi PKB ini.
Hal serupa juga diutarakan oleh anggota dewan lainnya, H Purman Jaya. “Semua undang-undang dibuat oleh manusia, tapi semua peraturan bias dibijaksanai, yang tidak bisa dirubah hanya peraturan yang dibuat Tuhan. Jadi, kali ini lebih baik kita buat suatu aturan saja, asal jangan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ujarnya.
H Purman Jaya juga mengatakan, permasalahan ini sudah sejak beberapa tahun yang lewat dibahas, tapi sampai sekarang belum ada juga solusinya, jadi untuk mempermudah kayu di daerah ini dibuat saja aturannya.
“Mungkin nantinya bisa diambil kayu kebutuhan lokal dari limbah perusahaan seperti perusahaan batu bara, IPK dan lainnya,” ujar H Purman Jaya.
Ketua Komisi B, Setenus Y Mebas juga mengusulkan, untuk jangka pendek masyarakat yang membawa kayu cukup dengan surat dari kepala desa dengan jumlah yang telah ditentukan sedangkan untuk proyek pemerintah dibuktikan dengan surat perintah kerja.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Barut, AKP Dadang W Laksana mengatakan, kalau pihaknya menjalankan UU dan Peraturan Menteri Kehutanan dalam bekerja di lapangan.
“Untuk mengatasi itu, kami membutuhkan payung hukum di lapangan. Jadi pada saat pembawaan kayu kalau sudah ada payung hukumnya tidak ada masalah. Tapi kalau tidak ada, tetap kita tangkap,” ujar berkeras.
Dadang juga mengusulkan, agar payung hukum yang dibuat jangan sampai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. “Kalau ada surat dari Dinas Kehutanan setempat dan disahkan oleh dewan, mungkin kami juga memahaminya, karena polisi juga mempunyai hati dalam melakukan penyelidikan bukan dengan tutup mata,” tegasnya.
Terkait dengan rumor tentang susahnya di daerah ini mencari kayu untuk keperluan peti mati saja, Dadang dengan tegas mengatakan kalau pihaknya tidak pernah menangkap orang yang membawa kayu kalau kepentingannya jelas, seperti untuk peti mati, rehab rumah dan lainnya.
“Belum pernah kita tangkap orang yang membawa kayu untuk keperluan peti mati, pada saat penyelidikan kita juga menanyakan dulu kepentingan kayu tersebut,” ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Barut, Ir Iwan Fikri menjelaskan kalau pihaknya sebenarnya sudah beberapa kali mencoba membuat draft Perda terkait perkayuan, tapi setelah dikonsultasikan ke Gubernur Kalteng dan Menteri Kehutanan semua hasilnya mentah.
Sedangkan terkait dengan tingginya harga kayu yang dibeli oleh kontraktor, menurut Iwan, hal tersebut juga sudah pernah dikonsultasikan dengan gubernur. “Tapi jawaban gubernur silahkan anggaran plafond pemerintah yang terkait dengan kayu dinaikan harganya,” ujarnya.
Sedangkan Asisten I Sekda Barut, Drs Langkap Umar mengatakan sangat mendukung untuk segera dibuat payung hukum tentang perkayuaan kebutuhan daerah, karena kelangkaan kayu selama ini sudah mempersulit masyarakat maupun pemerintah.
Rapat yang digelar tersebut akhirnya mengambil kesimpulan agar sesegera mungkin dibuatnya peraturan daerah untuk mengatasi kelangkaan kayu ini. Selain itu, mendesak Pemda untuk merevisi standar harga kayu untuk kebutuhan proyek pemerintah. PT Mitra Barito sebagai slah satu perusahaan HPH menyatakan siap menyuplai kayu bulat kecil ke industri-industri perkayuaan di Barut.
“Pimpinan DPRD juga akan memfasilitasi rapat pimpinan daerah menyangkut kebutuhan kayu. Disamping itu Pemda juga meminta kepada perusahaan pertambangan batu bara agar limbah kayunya diberikan kepada masyarakat dan kesimpulan lainnya,” kata Ketua DPRD Barut, H Aprian Noor. bil
Entah sudah berapa kali permasalahan kelangkaan kayu dibahas di DPRD Kabupaten Barito Utara (Barut), tapi sampai saat ini belum juga ditemukan solusinya. Padahal permasalahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kebutuhan dasar masyarakat maupun pemerintah.
Perwakilan Gapensi Barut, Salimuddin Mayasin pada rapat pembahasan kelangkaan kayu di DPRD Barut, kemaren mengatakan dengan lantang agar rapat kali ini harus ditemukan solusi berupa aturan yang jelas untuk pemenuhan kebutuhan kayu lokal. Karena menurutnya masyarakat maupun kontraktor yang bekerja pada proyek pemerintah sangat kesulitan dengan kelangkaan kayu lokal.
“Di kabupaten lain seperti Murung Raya dan lainnya, kayu bebas, kenapa daerah kita tidak. Sebenarnya cepat dibuat suatu aturan atau keputusan bersama tentang kayu di daerah ini. Sebenarnya kayu harus bebas untuk kepentingan daerah ini, asal jangan dibawa keluar daerah,” tegas Salimuddin.
Bahkan pada saat rapat mau ditutup oleh pimpinan rapat yang langsung dipimpin oleh Ketua DPRD Barut, H Aprian Noor, S.Sos, Salimuddin ngotot agar rapat jangan ditutup kalau belum ditemukan solusi kelangkaan kayu.
“Sebaiknya kita enggak usah keluar dari ruangan ini dulu kalau belum ada selembar kertas yang memutuskan tentang kelancaran kayu di daerah ini,” ujarnya dengan suara lantang.
Sebelumnya juga anggota Komisi B DPRD Barut, M Aderiansyah mengatakan, Komisi B dengan pihak Dishutbun setempat sudah beberapa kali membicarakan dan membahas permasalahan ini, tapi kepolisian tetap berpegang kepada peraturan, karena di daerah ini belum dibuat payung hukumnya.
“Kita ini ibarat ayam mati di lumbung padi, makanya lebih baik ada kesepakatan kali ini sebelum Perda selesai. Karena persoalan kayu ini sudah sangat mengganggu kebutuhan dasar masyarakat. Polisi juga selama ini melakukan tebang pilih atau pilih kasih, kalau ditangkap satu ya ditangkap semuanya, karena kita juga sangat mendukung kepolisian untuk menerapkan peraturan,” kata politisi PKB ini.
Hal serupa juga diutarakan oleh anggota dewan lainnya, H Purman Jaya. “Semua undang-undang dibuat oleh manusia, tapi semua peraturan bias dibijaksanai, yang tidak bisa dirubah hanya peraturan yang dibuat Tuhan. Jadi, kali ini lebih baik kita buat suatu aturan saja, asal jangan bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ujarnya.
H Purman Jaya juga mengatakan, permasalahan ini sudah sejak beberapa tahun yang lewat dibahas, tapi sampai sekarang belum ada juga solusinya, jadi untuk mempermudah kayu di daerah ini dibuat saja aturannya.
“Mungkin nantinya bisa diambil kayu kebutuhan lokal dari limbah perusahaan seperti perusahaan batu bara, IPK dan lainnya,” ujar H Purman Jaya.
Ketua Komisi B, Setenus Y Mebas juga mengusulkan, untuk jangka pendek masyarakat yang membawa kayu cukup dengan surat dari kepala desa dengan jumlah yang telah ditentukan sedangkan untuk proyek pemerintah dibuktikan dengan surat perintah kerja.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Barut, AKP Dadang W Laksana mengatakan, kalau pihaknya menjalankan UU dan Peraturan Menteri Kehutanan dalam bekerja di lapangan.
“Untuk mengatasi itu, kami membutuhkan payung hukum di lapangan. Jadi pada saat pembawaan kayu kalau sudah ada payung hukumnya tidak ada masalah. Tapi kalau tidak ada, tetap kita tangkap,” ujar berkeras.
Dadang juga mengusulkan, agar payung hukum yang dibuat jangan sampai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. “Kalau ada surat dari Dinas Kehutanan setempat dan disahkan oleh dewan, mungkin kami juga memahaminya, karena polisi juga mempunyai hati dalam melakukan penyelidikan bukan dengan tutup mata,” tegasnya.
Terkait dengan rumor tentang susahnya di daerah ini mencari kayu untuk keperluan peti mati saja, Dadang dengan tegas mengatakan kalau pihaknya tidak pernah menangkap orang yang membawa kayu kalau kepentingannya jelas, seperti untuk peti mati, rehab rumah dan lainnya.
“Belum pernah kita tangkap orang yang membawa kayu untuk keperluan peti mati, pada saat penyelidikan kita juga menanyakan dulu kepentingan kayu tersebut,” ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Barut, Ir Iwan Fikri menjelaskan kalau pihaknya sebenarnya sudah beberapa kali mencoba membuat draft Perda terkait perkayuan, tapi setelah dikonsultasikan ke Gubernur Kalteng dan Menteri Kehutanan semua hasilnya mentah.
Sedangkan terkait dengan tingginya harga kayu yang dibeli oleh kontraktor, menurut Iwan, hal tersebut juga sudah pernah dikonsultasikan dengan gubernur. “Tapi jawaban gubernur silahkan anggaran plafond pemerintah yang terkait dengan kayu dinaikan harganya,” ujarnya.
Sedangkan Asisten I Sekda Barut, Drs Langkap Umar mengatakan sangat mendukung untuk segera dibuat payung hukum tentang perkayuaan kebutuhan daerah, karena kelangkaan kayu selama ini sudah mempersulit masyarakat maupun pemerintah.
Rapat yang digelar tersebut akhirnya mengambil kesimpulan agar sesegera mungkin dibuatnya peraturan daerah untuk mengatasi kelangkaan kayu ini. Selain itu, mendesak Pemda untuk merevisi standar harga kayu untuk kebutuhan proyek pemerintah. PT Mitra Barito sebagai slah satu perusahaan HPH menyatakan siap menyuplai kayu bulat kecil ke industri-industri perkayuaan di Barut.
“Pimpinan DPRD juga akan memfasilitasi rapat pimpinan daerah menyangkut kebutuhan kayu. Disamping itu Pemda juga meminta kepada perusahaan pertambangan batu bara agar limbah kayunya diberikan kepada masyarakat dan kesimpulan lainnya,” kata Ketua DPRD Barut, H Aprian Noor. bil
0 komentar:
Posting Komentar