Jumat, 21 Januari 2011

EDITORIAL: Jangan Politisasi Olahraga


HARI-HARI ini, duka nestapa sedang melanda olahraga kita. Ini terjadi karena pejabat dan politisi memasukkan pengaruhnya ke gelanggang. Padahal, olahraga harus dijauhkan dari unsur-unsur politik.
Di panggung nasional, PSSI tengah digoyang. Ketua Umum Nurdin Halid didesak mundur. Secara tak langsung, pemerintah –dari Presiden SBY hingga Menegpora Andi Mallarangeng, ikut menggoyang Nurdin Halid lewat restu mereka terhadap Liga Primer Indonesia (LPI).
Legalkah LPI? PSSI menyatakan tidak. Dari sudut pandang olahraga pun, LPI ilegal. Kecuali tak mendapat persetujuan PSSI, dari sudut pandang sosiologis olahraga pun tak ada satu negara yang memiliki dua kompetisi yang berbeda.
Tahukah akibatnya jika pemerintah, termasuk wakil rakyat, terus ikut campur terhadap PSSI? FIFA akan menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia. Indonesia bisa dilarang terlibat dalam aktivitas sepak bola internasional. Siapa yang rugi? Masyarakat sepak bola. Bukan SBY, bukan Andi Mallarangeng, bukan pula Arifin Panigoro, pemodal LPI.
Di panggung lokal pun, olahraga Uluh Itah sedang bermasalah. PON sudah di depan mata. Tahun ini, kualifikasi yang biasa disebut Pra-PON, akan berlangsung. Tahu-tahunya, anggaran untuk itu tak ada sama sekali dalam APBD.
Apa yang bisa kita baca dari peristiwa itu? Pemerintah Kalteng, termasuk wakil rakyat, tak memiliki kepedulian sama sekali terhadap olahraga. Bagaimana mungkin dana untuk Pra PON dan PON tak masuk dalam anggaran daerah?
Harusnya, para pemimpin Kalteng sadar, satu di antara sedikit bidang yang bisa melambungkan nama daerah ini di pentas nasional, adalah olahraga. Bayangkan, negara sendiri mengakui, kumandang Indonesia Raya di jagad internasional hanya bisa dilakukan jika pemimpin nasional berkunjung secara resmi ke negara lain atau ada atlet Indonesia yang jadi juara di pentas internasional. Selain itu, tidak sama sekali.
Jangan kita lupa, salah satu atlet Indonesia yang mengumandangkan Indonesia Raya pada pesta olahraga di Asian Games di Guangzhou tahun lalu, berasal dari Kalteng. Tapi, apresiasi dari daerah yang didapatkan dari keberhasilan tersebut sungguhlah minimnya. Kita, untuk itu, layak mengelus dada.
Kini, ketidakpedulian itu terpampang jelas di depan mata kita. APBD Kalteng tak menganggarkan dana untuk Pra PON dan PON. Sungguh sebuah ironi yang menyesakkan dada.
Apapun alasannya, tidaklah masuk akal dana untuk menghadapi event nasional itu tak masuk dalam APBD. Tak masuk akal bila alasan yang dikemukakan karena pengusulan anggaran itu tersangkut di satu tempat. Lebih tidak bisa diterima akal sehat lagi jika ada unsur-unsur kesengajaan mengabaikan anggaran untuk Pra PON dan PON nanti hanya karena Ketua Umum KONI Kalteng bernama Rinco Norkim.
Jika soal kedua ini yang ternyata muncul, maka pemerintah dan wakil rakyat kita, tak ada bedanya seperti SBY dan Andi Mallarangeng melihat olahraga. Mereka hanya melihat pada satu sisi yang akan memberi keuntungan politis buat mereka, tapi menutupkan mata pada masyarakat olahraga, masyarakat yang sangat mungkin lebih mengharumkan nama Kalteng ketimbang para pejabat dan politisi-politisi tersebut.***

0 komentar:

Posting Komentar