Senin, 14 Februari 2011

Komnas HAM Minta Pertanggungjawaban Presiden

JAKARTA – Anggota Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Ridla Saleh menegaskan pihaknya tidak ada beban apapun untuk memanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait kasus penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik Banten.
“Tidak ada yang menghalangi kami untuk tidak memanggil Presiden. Kalau memang dugaan kuat, kenapa tidak. Kita tidak ada beban untuk memanggil SBY,” tegas Ridla dalam diskusi di Jakarta, Minggu (13/2).
Namun, Ridla mengaku Komnas HAM terlebih dulu akan melihat urgensi pemanggilan tersebut. “Kita lihat dulu urgensi memanggil Presiden SBY. Tapi Komnas HAM tidak ada aturan yang membatasi, baik SOP internal maupun eksternal,” tandasnya.
Dijelaskannya, dalam waktu dekat, Komnas HAM akan melakukan pemanggilan terhadap aparat kepolisian, dari Polsek sampai Polda.
“Kalau perlu naik sampai ke Polri. Ini untuk melihat siapa yang bertanggungajawab. Bisa juga Menteri Agama sampai atasannya. Investigasinya ke sana. Tapi secara umum siapa yang bertanggungjawab soal politik, hukum dan keamanan, ya Menko Polkam, bisa menteri. Kalau bermasalah juga, karena ini tanggungjawab kepemimpinan, kita akan panggil orang di Istana itu,” paparnya.
Menurut Ridla pemanggilan terhadap Presiden, diputuskan melalui paripurna di Komnas HAM. “Pemanggilan terhdap Presiden dibahas di paripurna. Memanggil Presiden menanyakan langkah-langkah strategis dalam menangani ketegangan umat beragama,” terangnya.
Pemanggilan seseorang, lanjutnya, pasti karena ada keterlibatan tanggungjawab yang bersangkutan. “Pemanggilan seseorang tentu ada kaitan, baik secara struktural maupun perundang-undangan jika ada keterlibatan, termasuk Presiden,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Pusat, Mahendradata menyakini ada Pemutarbalikan fakta dan pengarahan opini melalui video bentrok antara Jamaah Ahmadiyah dan warga di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang telah disebar di laman www.youtube.com.
“Video tersebut tidak dibuat dalam keadaan ketakutan. Karena tidak ada gambar yang bergetar. Video mengarahkan pada angle-angle tendensius dan fokus pada warga,” terangnya.
Hal itu disampaikan oleh ketua TPM Pusat, Mahendradata dalam konferensi pers di kantornya Jalan RS Fatmawati Raya 22FG, Cipete, Jakarta Selatan, Minggu (13/2.
Padahal, lanjutnya, ada momen-momen penting yang ternyata dihapus. Parahnya lagi, kata Mahendradata, tayangan video tersebut hanya berfokus pada saat warga menyerang jemaah Ahmadiyah.
Ia pun berkeyakinan ada beberapa adegan yang dipotong dari video itu. Akibatnya, berbagai opinipun tercipta dari penggalan-penggalan video tersebut.
“Berarti kan ada yang dihilangkan dari peristiwa itu. Visualisasi kalau dipenggal akan berbicara lain,” ucapnya.mah/iaf

0 komentar:

Posting Komentar