PALANGKA RAYA, PPOST
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali berguru ke DPRD Kalteng. Dalam lawatan lima anggota yang diketuai I Made Ardaya, tim ini akan belajar sejumlah masalah yang dihadapi Pulau Dewata, khususnya penyelesaian konflik tanah adat.
Terang Ardaya, di Bali terdapat dua pemerintahan yang diakui legalitasnya, yaitu pemerintahan administrasi dan pemerintahan adat. “Sekarang peraturan daerah tentang kependudukan dan batas tanah adat masih bermasalah,” katanya, kemarin di Palangka Raya.
Mengapa harus ke Kalteng? Ardaya menyebutkan karena di sini tanah-tanah adat atau hak ulayat masih diakui oleh pemerintah. Sebaliknya, di Bali konflik perebutan tanah sangat tajam oleh semua pihak dikarenakan batas tanah adat antardesa tidak jelas dan pembangunan hunian hotel semakin meningkat.
Terpenting, katanya, juga untuk mempromosikan Pulau Bali. Pasalnya, masyarakat hidup dari sektor pariwisata dan 93 persen penduduk berkerja di sektor jasa ini. “Bagi dewan terhormat atau seluruh SKPD yang ingin berlibur atau yang mengadakan reses kunjungan harap ke Bali saja,” tegas Ardaya berpromosi.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kalteng, Abdul Razak mengatakan jumlah kepadatan penduduk Kalteng relatif masih kecil. Bila dikalkulasikan, satu kilometer persegi masih dihuni 10 kepala keluarga saja. Itupun hanya di wilayah kota Palangka Raya saja. Padahal, Kalteng memiliki 12 kabupaten plus satu kota dengan luas wilayah tiga kali pulau Jawa.
Selaras, Freddy Ering mengatakan pemerintah daerah sedang giat-giatnya melaksanakan program transmigrasi. Warga Bali sendiri banyak yang menetap seperti jalan Bukit Hindu dan daerah Basarang yang komunitasnya warga Pulau Dewata dan konflik masalah batas tanah adat biasanya dapat diselesaikan dengan baik. bee
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali berguru ke DPRD Kalteng. Dalam lawatan lima anggota yang diketuai I Made Ardaya, tim ini akan belajar sejumlah masalah yang dihadapi Pulau Dewata, khususnya penyelesaian konflik tanah adat.
Terang Ardaya, di Bali terdapat dua pemerintahan yang diakui legalitasnya, yaitu pemerintahan administrasi dan pemerintahan adat. “Sekarang peraturan daerah tentang kependudukan dan batas tanah adat masih bermasalah,” katanya, kemarin di Palangka Raya.
Mengapa harus ke Kalteng? Ardaya menyebutkan karena di sini tanah-tanah adat atau hak ulayat masih diakui oleh pemerintah. Sebaliknya, di Bali konflik perebutan tanah sangat tajam oleh semua pihak dikarenakan batas tanah adat antardesa tidak jelas dan pembangunan hunian hotel semakin meningkat.
Terpenting, katanya, juga untuk mempromosikan Pulau Bali. Pasalnya, masyarakat hidup dari sektor pariwisata dan 93 persen penduduk berkerja di sektor jasa ini. “Bagi dewan terhormat atau seluruh SKPD yang ingin berlibur atau yang mengadakan reses kunjungan harap ke Bali saja,” tegas Ardaya berpromosi.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kalteng, Abdul Razak mengatakan jumlah kepadatan penduduk Kalteng relatif masih kecil. Bila dikalkulasikan, satu kilometer persegi masih dihuni 10 kepala keluarga saja. Itupun hanya di wilayah kota Palangka Raya saja. Padahal, Kalteng memiliki 12 kabupaten plus satu kota dengan luas wilayah tiga kali pulau Jawa.
Selaras, Freddy Ering mengatakan pemerintah daerah sedang giat-giatnya melaksanakan program transmigrasi. Warga Bali sendiri banyak yang menetap seperti jalan Bukit Hindu dan daerah Basarang yang komunitasnya warga Pulau Dewata dan konflik masalah batas tanah adat biasanya dapat diselesaikan dengan baik. bee
0 komentar:
Posting Komentar