PALANGKA RAYA, PPOST
Alih fungsi sekaligus pembabatan
hutan untuk perkebunan kelapa sawit di beberapa tempat di Provinsi Kalteng sudah
dilakukan secara brutal dan dapat dikatagorikan sebagai penghancuran alam secara
sistematis dan terorganisir.
“Ironisnya pembabatan hutan untuk
perkebunan kelapa sawit ini tidak didasari legalitas yang memadai, seperti ijin
pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan, tetapi aktivitas pembabatan
bersih (clear cutting) tetap saja dijalankan,” kata Kordinator Save Our Borneo,
Nordin, SE, dalam rilis yang dikirimkan ke redaksi PPOST, Senin (15/2).
Menurut Nordin, berdasarkan investigasi Save Our Borneo yang melakukan dua kali monitoring di sekitar Kapuas Tengah mengindikasikan bahwa setidaknya ada 3 PBS sawit yang sedang melakukan aktivitas pembukaan hutan berpotensi tinggi secara brutal, yaitu PT. Wana Catur Jaya Utama (BW Plantation Group) dan PT. Kapuas Maju Jaya dan PT. Dwie Warna Karya (keduanya adalah milik Group Asiatic Sdn Bhd-Malaysia).
Dijelaskan, PT. WCJU dengan ijin
lokasi sekitar 12.500 ha, PT. KMJ dan PT. DWK masing-masing sekitar 17.500 ha
sampai saat ini diindikasi hanya baru mengantongi ijin lokasi dari Bupati
Kapuas, tanpa ijin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan.
Anehnya semuanya dapat melenggang mudah untuk melakukan pembukaan kawasan hutan
secara illegal tanpa ada teguran apalagi sanksi dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Nampaknya organisasi mafia kehutanan dalam situasi ini
betul-betul telah menguasai aktivitas haram demikian.
Menurut Nordin, lokasi-lokasi
ketiga PBS tersebut dapat dipastikan berada dalam kawasan hutan, karena
keberadaannya bertumpang tindih dengan eks HPH PT. Dahian Timber dan PT. Kayu
Mas Ratu.
Sementara sampai saat ini tidak
terdapat adanya Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang beraktivitas sebagai indikasi
adanya ijin pelepasan kawasan hutan yang diberikan oleh Kementerian
Kehutanan. Itulah sebabnya ketiga PBS sawit ini menimbun, membuang dan
menghancurkan kayu-kayu yang ada dikonsesinya untuk menghilangkan barang bukti
dan sebagai akibat tidak adanya pelapasan kawasan hutan yang kayunya
seyogiyanya dimanfaatkan melalui IPK.
SOB memperkirakan kerugian negara
akibat dibabatnya hutan tanpa dimanfaatkan potensi hasil di atasnya ini
mencapai ratusan milyar rupiah. Dalam pemantauan yang dilakukan, kawasan
hutan yang di babat setidaknya mempunyai potensi 25 M3 kayu komersial berbagai
jenis meranti, kruing, kempas bahkan ulin.
Penghitungan kasar kerugian
negara dari sebuah PBS dapat dikalkulasi secara sederhana, dimana jika
diasumsikan 25 M3 per ha dengan luas sebuah PBS rata-rata 20.000 ha, maka
potensi (Cuma) kayunya mencapai 500.000 M3. Pendapatan negara yang hilang
setidaknya adalah dari PSDH sebesar 500.000 X Rp. 125.000,- dan pungutan
DR sebesar 500.000 X US$ 16. Itu semua mencapai Rp. 62.5 M [PSDH]
dan US$ 8 juta atau sekitar Rp. 76 M. Sehingga dari potensi kayu
pada sebuah PBS saja kehilangan pendapatan negara mencapai kisaran Rp. 141.5
M. Luar biasa, dan ini hanya dari potensi kayu yang hilang karena dipendam,
dibakar, dibuang, ditumpuk, dicuri atau dipakai secara gratis oleh PBS untuk
perumahan, jembatan serta keperluan lainnya.
Melihat potensi kerugian negara
yang sedemikian besar dan telah dirampok secara illegal dengan dukungan
birokrasi yang korup dan kolutif, maka sepantasnya otoritas hukum dan otoritas
berwenang yang mempunyai kapsitas untuk itu mengambil langkah-langkah
penghentian perampokan potensi negara.
Para Bupati dan Gubernur harus
dapat menuntaskan kasus perampokan kawasan hutan ini. Adalah sia-sia
upaya rehabilitasi lahan dengan program one man one tree jika dibalik itu
ada milyaran pokok kayu dibabat secara sporadis dan diberikan persetujuan oleh
pemerintah.
Pembiaran-pembiaran yang telah dilakukan
selama ini dapat diduga karena adanya hubungan mutualistis dan pemanfaatan
pemrakarsa perkebunan dijadikan sebagai “ATM” bagi kelembagaan politik dan
pejabat pemerintah. Ketidak tertiban pemegang ijin dan kenakalan dengan
melakukan aktivitas illegal tanpa perijinan yang memadai tidak mungkin dapat
berjalan jika pemerintah daerah dan aparatusnya bersama dengan apparatus hukum
tidak melakukan pembiaran.
Save Our Borneo yang bergabung bersama Koalisi Anti
Mafia Kehutanan telah dan terus akan melakukan upaya-upaya membendung
deforastasi koruptif. SOB bersama ICW, Silvagama, WALHI, Jikalahari, FWI
dan mitra lainnya terus akan memantau dan melaporkan kejahatan kehutanan ini
kepada KPK, karena hanya KPK-lah yang sampai saat ini masih bisa diharapkan, selebihnya
meragukan.*har
0 komentar:
Posting Komentar