* Akbar Korban Pemukulan
JAKARTA, PPOST
Ketua DPR RI, Marzuki Alie jadi sasaran tembak setelah dianggap gagal memimpin sidang paripurna penetapan kesimpulan Panitia Angket Kasus Bank Century. Sidang diwarnai pemukulan terhadap Akbar Faisal dari Fraksi Partai Hanura.
Serangan terhadap mantan Sekjen Partai Demokrat itu tak hanya muncul dari kalangan pengamat, tapi juga koleganya sebagai pimpinan dewan. Mereka beranggapan Marzuki mengambil keputusan sendiri menutup sidang saat hujan interupsi terjadi di gedung parlemen.
Sedikitnya tiga Wakil Ketua DPR, Pramono Anung (FPDIP), Priyo Budi Santoso (FPG), dan Anis Matta (FPKS) yang menyerang tindakan Marzuki. Ketiganya mengaku Marzuki tak berkomunikasi dulu dengan unsur pimpinan sebelum menutup sidang.
Pramono mengatakan pihaknya sangat menyesalkan tindakan Marzuki yang tidak mampu memimpin rapat paripurna. “Padahal pimpinan sidang pada rapat paripurna berfungsi sebagai fasilitator yang menyerap dan mengharmonisasi aspirasi yang berkembang dari anggota,” kata Sekjen PDIP itu.
Dikatakannya, pimpinan dewan sudah sepakat akan memimpin dewan secara kolektif kolegial. Artinya, keputusan dewan diambil berdasarkan kesepakatan pimpinan dewan.
Apalagi, pada rapat paripurna penetapan kesimpulan Panitia Angket yang sangat penting dan ditunggu masyarakat, kata dia, seharusnya Ketua DPR sebagai pimpinan sidang sebelum mengambil keputusan menutup sidang, bertanya dan berdiskusi dulu dengan para Wakil Ketua DPR yang duduk mendampinginya.
“Tapi Marzuki sama sekali tidak melakukan hal itu. Ia bahkan sama sekali tidak bertanya kepada tiga wakilnya,” kata dia.
Wakil Ketua DPR lainnya Anis Matta mengatakan, dirinya sangat menyesalkan tindakan Marzuki yang menutup rapat paripurna secara sepihak dengan cara yang tidak menyenangkan.
Menurut dia, tindakan Ketua DPR itu justru telah menjatuhkan lagi citra DPR yang sudah membaik dengan kerja Panitia Angket yang transparan selama ini. Selama lebih dari dua bulan, kata dia, masyarakat memberikan perhatian besar terhadap kerja Panitia Angket yang menyungkap kasus Bank Century. “Citra yang sudah membaik itu, kini jadi memburuk lagi,” katanya.
Penyesalan serupa juga dikemukakan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang menyatakan bahwa Marzuki Alie memimpin rapat paripurna hanya berdasarkan keinginan sendiri saja.
Dalam memimpin rapat paripurna, kata dia, Marzuki sama sekali tidak mau pertimbangan tiga Wakil Ketua DPR yang mendampinginya. Oleh karena itu Priyo meminta peristiwa yang tidak menyenangkan ini jangan sampai terjadi lagi.
Dari luar gedung rakyat, kecaman juga muncul dari Ketua Dewan Direktur CIDES, Ricky Rachmadi. Dia memandang tindakan sepihak Marzuki sebagai cerminan tidak sanggup berdemokrasi.
“Tindakan itu telah merusak tatanan berdemokrasi sekaligus merendahkan prosedur konstitusional ataupun aturan pelaksanaan sidang parlemen,” kata Ricky.
Ricky yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Golkar mengingatkan, tanpa kesepakatan dengan pimpinan dewan lainnya, Ketua DPR tidak boleh sesuka hati menghentikan sidang paripurna DPR karena pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial.
Penghentian sidang paripurna DPR sepihak itu seharusnya tidak perlu terjadi jika Ketua DPR memiliki kesanggupan dan kedewasaan dalam memimpin sidang, di samping mampu mencerminkan pemahaman tugas-tugas menjalankan demokrasi di dalam parlemen, katanya.
“Secara tidak langsung penghentian sidang itu merupakan bentuk demoralisasi parlemen di hadapan publik,” katanya.
Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan, orang yang memimpin sidang paripurna seharusnya bisa mengantisipasi banyaknya interupsi. “Soal interupsi, seharusnya bisa diantisipasi karena bukan soal baru,” kata Mahfud.
Namun, menurut Mahfud, dirinya secara pribadi tidak melihat secara seksama tentang kericuhan yang terjadi pada Sidang Paripurna DPR yang mengagendakan penerimaan hasil kesimpulan Pansus DPR terkait kasus Bank Century tersebut.
Selain itu, ujar dia, bila suasana sidang memang dinilai sudah tidak bisa dikendalikan sepenuhnya memang adalah hal yang wajar bila pimpinan sidang terpaksa menutup sidang terlebih dahulu.
Sedangkan bila pimpinan sidang tiba-tiba menutup sidang, lanjutnya, maka bisa berpotensi menimbulkan kecurigaan oleh sejumlah pihak terkait dengan jalannya sidang tersebut.
Sementara itu, hakim konstitusional lainnya, M Akil Mochtar mengatakan, tindakan seorang pimpinan sidang DPR yang menutup sidang secara tiba-tiba bisa dibawa hingga ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Menurut Akil, hal itu karena perilaku tersebut dinilai bisa mengganggu asas kedaulatan anggota DPR.
Korban Pemukulan
Sidang paripurna sendiri diwarnai tindak kekerasan terhadap anggota Fraksi Partai Hanura, Akbar Faisal. Dia mengalami pemukulan itu dari anggota DPR lainnya.
Aksi itu terjadi ketika kericuhan berlangsung di paripurna DPR. Di sela-sela kericuhan itu, Akbar naik ke podium untuk menyampaikan beberapa ketentuan dalam tatib DPR. Dalam tatib itu disebutkan posisi paripurna lebih tinggi dari Badan Musyawarah DPR.
Atas itulah, Akbar terus-menerus menyerukan klausul dalam tatib DPR. Melihat aksi Akbar itu, anggota DPR lainnya ada yang merasa tak senang. Kemudian mendorong paksa Akbar untuk turun dari podium. Namun ketika diturunkan dari podium, para anggota lainnya mengerubuti.
Melihat itu, satuan pengamanan dalam DPR segera mengamankan Akbar. Ketika hendak dibawa keluar melalui pintu belakang paripurna, tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat di wajah Akbar. Ia pun langsung dibawa keluar. Anggota DPR yang hendak mengejar dan menghajar Akbar pun dihalau. jib/mor
JAKARTA, PPOST
Ketua DPR RI, Marzuki Alie jadi sasaran tembak setelah dianggap gagal memimpin sidang paripurna penetapan kesimpulan Panitia Angket Kasus Bank Century. Sidang diwarnai pemukulan terhadap Akbar Faisal dari Fraksi Partai Hanura.
Serangan terhadap mantan Sekjen Partai Demokrat itu tak hanya muncul dari kalangan pengamat, tapi juga koleganya sebagai pimpinan dewan. Mereka beranggapan Marzuki mengambil keputusan sendiri menutup sidang saat hujan interupsi terjadi di gedung parlemen.
Sedikitnya tiga Wakil Ketua DPR, Pramono Anung (FPDIP), Priyo Budi Santoso (FPG), dan Anis Matta (FPKS) yang menyerang tindakan Marzuki. Ketiganya mengaku Marzuki tak berkomunikasi dulu dengan unsur pimpinan sebelum menutup sidang.
Pramono mengatakan pihaknya sangat menyesalkan tindakan Marzuki yang tidak mampu memimpin rapat paripurna. “Padahal pimpinan sidang pada rapat paripurna berfungsi sebagai fasilitator yang menyerap dan mengharmonisasi aspirasi yang berkembang dari anggota,” kata Sekjen PDIP itu.
Dikatakannya, pimpinan dewan sudah sepakat akan memimpin dewan secara kolektif kolegial. Artinya, keputusan dewan diambil berdasarkan kesepakatan pimpinan dewan.
Apalagi, pada rapat paripurna penetapan kesimpulan Panitia Angket yang sangat penting dan ditunggu masyarakat, kata dia, seharusnya Ketua DPR sebagai pimpinan sidang sebelum mengambil keputusan menutup sidang, bertanya dan berdiskusi dulu dengan para Wakil Ketua DPR yang duduk mendampinginya.
“Tapi Marzuki sama sekali tidak melakukan hal itu. Ia bahkan sama sekali tidak bertanya kepada tiga wakilnya,” kata dia.
Wakil Ketua DPR lainnya Anis Matta mengatakan, dirinya sangat menyesalkan tindakan Marzuki yang menutup rapat paripurna secara sepihak dengan cara yang tidak menyenangkan.
Menurut dia, tindakan Ketua DPR itu justru telah menjatuhkan lagi citra DPR yang sudah membaik dengan kerja Panitia Angket yang transparan selama ini. Selama lebih dari dua bulan, kata dia, masyarakat memberikan perhatian besar terhadap kerja Panitia Angket yang menyungkap kasus Bank Century. “Citra yang sudah membaik itu, kini jadi memburuk lagi,” katanya.
Penyesalan serupa juga dikemukakan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang menyatakan bahwa Marzuki Alie memimpin rapat paripurna hanya berdasarkan keinginan sendiri saja.
Dalam memimpin rapat paripurna, kata dia, Marzuki sama sekali tidak mau pertimbangan tiga Wakil Ketua DPR yang mendampinginya. Oleh karena itu Priyo meminta peristiwa yang tidak menyenangkan ini jangan sampai terjadi lagi.
Dari luar gedung rakyat, kecaman juga muncul dari Ketua Dewan Direktur CIDES, Ricky Rachmadi. Dia memandang tindakan sepihak Marzuki sebagai cerminan tidak sanggup berdemokrasi.
“Tindakan itu telah merusak tatanan berdemokrasi sekaligus merendahkan prosedur konstitusional ataupun aturan pelaksanaan sidang parlemen,” kata Ricky.
Ricky yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Golkar mengingatkan, tanpa kesepakatan dengan pimpinan dewan lainnya, Ketua DPR tidak boleh sesuka hati menghentikan sidang paripurna DPR karena pimpinan DPR bersifat kolektif kolegial.
Penghentian sidang paripurna DPR sepihak itu seharusnya tidak perlu terjadi jika Ketua DPR memiliki kesanggupan dan kedewasaan dalam memimpin sidang, di samping mampu mencerminkan pemahaman tugas-tugas menjalankan demokrasi di dalam parlemen, katanya.
“Secara tidak langsung penghentian sidang itu merupakan bentuk demoralisasi parlemen di hadapan publik,” katanya.
Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan, orang yang memimpin sidang paripurna seharusnya bisa mengantisipasi banyaknya interupsi. “Soal interupsi, seharusnya bisa diantisipasi karena bukan soal baru,” kata Mahfud.
Namun, menurut Mahfud, dirinya secara pribadi tidak melihat secara seksama tentang kericuhan yang terjadi pada Sidang Paripurna DPR yang mengagendakan penerimaan hasil kesimpulan Pansus DPR terkait kasus Bank Century tersebut.
Selain itu, ujar dia, bila suasana sidang memang dinilai sudah tidak bisa dikendalikan sepenuhnya memang adalah hal yang wajar bila pimpinan sidang terpaksa menutup sidang terlebih dahulu.
Sedangkan bila pimpinan sidang tiba-tiba menutup sidang, lanjutnya, maka bisa berpotensi menimbulkan kecurigaan oleh sejumlah pihak terkait dengan jalannya sidang tersebut.
Sementara itu, hakim konstitusional lainnya, M Akil Mochtar mengatakan, tindakan seorang pimpinan sidang DPR yang menutup sidang secara tiba-tiba bisa dibawa hingga ke Badan Kehormatan (BK) DPR. Menurut Akil, hal itu karena perilaku tersebut dinilai bisa mengganggu asas kedaulatan anggota DPR.
Korban Pemukulan
Sidang paripurna sendiri diwarnai tindak kekerasan terhadap anggota Fraksi Partai Hanura, Akbar Faisal. Dia mengalami pemukulan itu dari anggota DPR lainnya.
Aksi itu terjadi ketika kericuhan berlangsung di paripurna DPR. Di sela-sela kericuhan itu, Akbar naik ke podium untuk menyampaikan beberapa ketentuan dalam tatib DPR. Dalam tatib itu disebutkan posisi paripurna lebih tinggi dari Badan Musyawarah DPR.
Atas itulah, Akbar terus-menerus menyerukan klausul dalam tatib DPR. Melihat aksi Akbar itu, anggota DPR lainnya ada yang merasa tak senang. Kemudian mendorong paksa Akbar untuk turun dari podium. Namun ketika diturunkan dari podium, para anggota lainnya mengerubuti.
Melihat itu, satuan pengamanan dalam DPR segera mengamankan Akbar. Ketika hendak dibawa keluar melalui pintu belakang paripurna, tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat di wajah Akbar. Ia pun langsung dibawa keluar. Anggota DPR yang hendak mengejar dan menghajar Akbar pun dihalau. jib/mor
0 komentar:
Posting Komentar