MUARA TEWEH, PPOST
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta, hari ini (9/3) dijadwalkan meresmikan monumen Panglima Batur di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Barut).
"Monumen pejuang perang di Barito itu akan diresmikan KSAD, Selasa (9/3)," kata Sekretaris Daerah Pemkab Barito Utara Sapto Nugroho di Muara Teweh, Senin.
Monumen Panglima Batur itu setinggi empat meter terbuat dari tembaga (perunggu) dengan berat 800 kilogram.
Monumen ini dibuat secara khusus oleh pematung I Nyoman Alim Mustapha dari Dusun Batikan Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, di Taman Seribu Riam yang terletak di depan rumah dinas bupati setempat di Muara Teweh.
"Jadi monumen sudah berdiri di lokasi tersebut, tinggal diresmikan. Selain itu, juga telah dikunjungi Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Tono Suratman pertengahan Januari 2010," kata dia.
Setelah diresmikan, kata Sapto, Pemkab Barut akan mengusulkan pejuang Panglima Batur menjadi pahlawan nasional.
"Tahun ini pejuang rakyat pedalaman Sungai Barito 1865-1905 itu kami usulkan menjadi pahlawan nasional," jelasnya.
Panglima Batur lahir tahun 1852 di Desa Buntok Baru, Kecamatan Teweh Tengah, Barut, meninggal di usia 53 pada tanggal 5 Oktober 1905 dan dimakamkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Untuk mendukung usulan menjadi pahlawan nasional, Bupati Barut Achmad Yuliansyah akan menggelar seminar tentang perjuangan Panglima Batur di Muara Teweh.
Ia mengatakan, Pemkab setempat juga telah menyusun buku sejarah perjuangan Panglima Batur bersama rakyat Barito lainnya melawan Belanda.
"Data pendukung juga sebagian dihimpun langsung dari ahli waris beliau, saat ini ada yang masih hidup," katanya.
Dalam buku itu, diceritakan sejarah terbunuhnya Panglima Batur dengan cara digantung oleh Belanda tahun 1905 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Seorang tentara Belanda yang menghukum gantung pejuang rakyat pedalaman Barito ini juga merupakan pelaku yang mengeksekusi pejuang rakyat Aceh yang juga telah jadi pahlawan nasional bernama Teuku Umar.
Pejuang di Daerah Aliran Sungai Barito itu merupakan tangan kanan pejuang lainnya yaitu Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari-Pahlawan Nasional Kalimantan Selatan).
Kawasan yang menjadi tempat pertempuran melawan imperialisme Belanda adalah di sekitar Desa Buntok Baru, Butong, Lete, Mantehep (dekat Muara Teweh) bahkan sampai ke wilayah Manawing dan Beras Kuning wilayah hulu Barito.
Pejuang dari DAS Barito ini ditangkap Belanda di Muara Teweh pada 24 Agustus 1905 dan dibawa ke Banjarmasin, kemudian dihukum gantung dengan tuduhan makar, hukuman sempat tertunda sepekan tapi setelah akan digantung ternyata pejuang ini sudah meninggal.
Jasad pejuang itu tetap dibawa ke tiang gantungan untuk diperlihatkan kepada masyarakat bahwa Panglima Batur benar-benar dihukum gantung dan jenazahnya dikubur di Kuin Banjarmasin, selanjutnya pada tanggal 21 Aril 1958 makamnya dipindahkan ke belakang Masjid Jami, Sungai Jingah, Banjarmasin. ant
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta, hari ini (9/3) dijadwalkan meresmikan monumen Panglima Batur di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Barut).
"Monumen pejuang perang di Barito itu akan diresmikan KSAD, Selasa (9/3)," kata Sekretaris Daerah Pemkab Barito Utara Sapto Nugroho di Muara Teweh, Senin.
Monumen Panglima Batur itu setinggi empat meter terbuat dari tembaga (perunggu) dengan berat 800 kilogram.
Monumen ini dibuat secara khusus oleh pematung I Nyoman Alim Mustapha dari Dusun Batikan Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, di Taman Seribu Riam yang terletak di depan rumah dinas bupati setempat di Muara Teweh.
"Jadi monumen sudah berdiri di lokasi tersebut, tinggal diresmikan. Selain itu, juga telah dikunjungi Pangdam VI/Tanjungpura Mayjen TNI Tono Suratman pertengahan Januari 2010," kata dia.
Setelah diresmikan, kata Sapto, Pemkab Barut akan mengusulkan pejuang Panglima Batur menjadi pahlawan nasional.
"Tahun ini pejuang rakyat pedalaman Sungai Barito 1865-1905 itu kami usulkan menjadi pahlawan nasional," jelasnya.
Panglima Batur lahir tahun 1852 di Desa Buntok Baru, Kecamatan Teweh Tengah, Barut, meninggal di usia 53 pada tanggal 5 Oktober 1905 dan dimakamkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Untuk mendukung usulan menjadi pahlawan nasional, Bupati Barut Achmad Yuliansyah akan menggelar seminar tentang perjuangan Panglima Batur di Muara Teweh.
Ia mengatakan, Pemkab setempat juga telah menyusun buku sejarah perjuangan Panglima Batur bersama rakyat Barito lainnya melawan Belanda.
"Data pendukung juga sebagian dihimpun langsung dari ahli waris beliau, saat ini ada yang masih hidup," katanya.
Dalam buku itu, diceritakan sejarah terbunuhnya Panglima Batur dengan cara digantung oleh Belanda tahun 1905 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Seorang tentara Belanda yang menghukum gantung pejuang rakyat pedalaman Barito ini juga merupakan pelaku yang mengeksekusi pejuang rakyat Aceh yang juga telah jadi pahlawan nasional bernama Teuku Umar.
Pejuang di Daerah Aliran Sungai Barito itu merupakan tangan kanan pejuang lainnya yaitu Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari-Pahlawan Nasional Kalimantan Selatan).
Kawasan yang menjadi tempat pertempuran melawan imperialisme Belanda adalah di sekitar Desa Buntok Baru, Butong, Lete, Mantehep (dekat Muara Teweh) bahkan sampai ke wilayah Manawing dan Beras Kuning wilayah hulu Barito.
Pejuang dari DAS Barito ini ditangkap Belanda di Muara Teweh pada 24 Agustus 1905 dan dibawa ke Banjarmasin, kemudian dihukum gantung dengan tuduhan makar, hukuman sempat tertunda sepekan tapi setelah akan digantung ternyata pejuang ini sudah meninggal.
Jasad pejuang itu tetap dibawa ke tiang gantungan untuk diperlihatkan kepada masyarakat bahwa Panglima Batur benar-benar dihukum gantung dan jenazahnya dikubur di Kuin Banjarmasin, selanjutnya pada tanggal 21 Aril 1958 makamnya dipindahkan ke belakang Masjid Jami, Sungai Jingah, Banjarmasin. ant
0 komentar:
Posting Komentar