JAKARTA – Perang tarif yang selama ini terjadi
di kalangan industri penerbangan, tampaknya akan segera berakhir. Bukan karena
para pengusaha burung besi itu sudah kelelahan bersaing melainkan mereka tidak
mungkin lagi mengobral tiket murah.
Gara-garanya, apalagi kalau bukan
krisis politik yang melanda Mesir dan beberapa negara di Timur Tengah. Seperti
diketahui, krisis politik di Mesir telah membuat harga minyak mentah meroket
dan pekan ini sudah mendekati US$100 per barel.
Itu sebabnya, Inaca berencana
terus memantau harga minyak yang cenderung menaik. “Jika harga minyak naik
terus, Inaca akan berkoordinasi dengan Kementrian Perhubungan untuk membahas
perubahan batasan harga avtur,” kata Burhanuddin.
Berdasarkan KM No. 26/2010,
batasan harga avtur adalah Rp10 ribu per liter. Jika benar harga minyak tembus
US$ 100 per barel dan harga avtur ikut melonjak, tarif fuel surcharge harus
dikerek naik. Begitu pun dengan harga tiket.
Namun Herry Bhakti Singaudha
Gumay, Dirjen Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan, mengatakan bahwa revisi
fuel surcharge baru akan dilakukan bila harga avtur sudah Rp12 ribu per liter.
Belum jelas, apakah kenaikan
harga minyak saat ini telah mendorong harga avtur hingga di atas Rp12 ribu per liter.
Yang jelas, ketika 2007 harga minyak tembus US$140 per barel, fuel surcharge
yang ditetapkan pemerintah dan Inaca berkisar US$15-20 atau rata-rata sekitar
Rp157.500.
Karena saat ini harga minyak masih berada di level
US$100 per barel, rasanya belum saatnya bagi pemerintah untuk menaikan batasan
harga avtur dan tentunya juga harga tiket. Lain persoalannya jika situasi
politik di Mesir dan negara-negara di Timur Tengah semakin kacau.mdr
0 komentar:
Posting Komentar