Senin, 07 Februari 2011

Minyak Naik, Tarif Pesawat Mengangkasa?

JAKARTA Perang tarif yang selama ini terjadi di kalangan industri penerbangan, tampaknya akan segera berakhir. Bukan karena para pengusaha burung besi itu sudah kelelahan bersaing melainkan mereka tidak mungkin lagi mengobral tiket murah.
Gara-garanya, apalagi kalau bukan krisis politik yang melanda Mesir dan beberapa negara di Timur Tengah. Seperti diketahui, krisis politik di Mesir telah membuat harga minyak mentah meroket dan pekan ini sudah mendekati US$100 per barel.
Tengku Burhanuddin, Sekjen Asosiasi Perubahan Penerbangan Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/Inaca) mengatakan, harga avtur yang saat ini berada di bawah Rp10 ribu per liter bakal naik jika harga minyak tembus US$100 per barel.
Itu sebabnya, Inaca berencana terus memantau harga minyak yang cenderung menaik. “Jika harga minyak naik terus, Inaca akan berkoordinasi dengan Kementrian Perhubungan untuk membahas perubahan batasan harga avtur,” kata Burhanuddin.
Berdasarkan KM No. 26/2010, batasan harga avtur adalah Rp10 ribu per liter. Jika benar harga minyak tembus US$ 100 per barel dan harga avtur ikut melonjak, tarif fuel surcharge harus dikerek naik. Begitu pun dengan harga tiket.
Namun Herry Bhakti Singaudha Gumay, Dirjen Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan, mengatakan bahwa revisi fuel surcharge baru akan dilakukan bila harga avtur sudah Rp12 ribu per liter.
Belum jelas, apakah kenaikan harga minyak saat ini telah mendorong harga avtur hingga di atas Rp12 ribu per liter. Yang jelas, ketika 2007 harga minyak tembus US$140 per barel, fuel surcharge yang ditetapkan pemerintah dan Inaca berkisar US$15-20 atau rata-rata sekitar Rp157.500.
Karena saat ini harga minyak masih berada di level US$100 per barel, rasanya belum saatnya bagi pemerintah untuk menaikan batasan harga avtur dan tentunya juga harga tiket. Lain persoalannya jika situasi politik di Mesir dan negara-negara di Timur Tengah semakin kacau.mdr

0 komentar:

Posting Komentar