Kamis, 10 Maret 2011

Perizinan 70 PBS Bermasalah

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) diminta melakukan pembenahan terhadap perizinan  yang dikeluarkan kepada semua perusahaan besar swasta (PBS) yang ada, serta tiga PBS yang didatangi oleh panitia khusus (Pansus) Sawit. Psalnya, perizinan 70 PBS dinyatakan bermasalah.
Pansus Sawit menyampaikan rekomendasi itu dalam sidang paripurna di DPRD Kotim, kemarin. Hadir dalam paripurna tersebut 11 anggota tim Pansus Sawit.
Ririn Rosyiana, anggota Tim Pansus Sawit ketika membacakan kesimpulan menyebutkan bahwa sangat banyak permasalahan perizinan PBS dan pola kemitraan yang perlu segera ditertibkan oleh pemerintah daerah. Penertiban dipandang perlu karena banyak perusahaan yang telah memiliki izin prinsip dan izin lokasi namun tidak melanjutkan/melengkapi perizinan lainnya berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP), pelepasan kawasan hutan dan Hak Guna Usaha (HGU). Di dalam perizinan yang diberikan juga tidak dilengkapi kewajiban dengan membangun plasma dan hal ini terjadi pada 70 PBS yang ada di Kotim.
Menurut Pansus, banyaknya tumpang tindih pemberian izin antara PBS, serta banyak arealnya yang memasuki kawasan hutan dan memasuki kebun masyarakat. Banyaknya pemilik izin yang hingga sekarang tidak beroperasi, belum melengkapi Amdal, serta adanya pemberian luasan izin yang berlebihan dari ketentuan yang diatur dalam peraturan Menteri Negara Agraria/kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 terutama kepada perusahaan-perusahaan yang bersifat grup. Hal ini tentunya disebabkan juga oleh ketidakmampuan mitra-mitra kerja PBS untuk mengurus perizinan usaha.
”Dari hasil pemeriksaan di lapangan disimpulkan beberapa hal yaitu perusahaan telah melakukan penananam di luar izin yang dimiliki, tidak memperhatikan tata kelola lingkungan, melakukan perluasan areal dengan pola kemitraan tanpa memperhatikan status lahan dan pengurusan perizinan. Serta pelaksanaan pembebasan lahan masyarakat tidak mengikutsertakan tim dari  desa dan kecamatan,” papar politisi PKB ini.
Ririn menyarankan agar segera dipertimbangkan dibentuk pansus sawit kembali dengan memperhatikan ketersediaan dana, waktu dan personel.
Adapun rekomendasi secara umum yang disampaikan ke pemerintah daerah yaitu terdiri dari belasan poin. 
Pemberian izin baru untuk usaha perkebunan supaya ditangguhkan sementara, sebelum tuntasnya penyelesaian permasalahan tadi. Kemudian, terhadap PBS yang memiliki izin prinsip dan izin lokasi yang diterbitkan sebelum 11 September 2006, hendaknya diberikan tenggang waktu untuk mengajukan permohonan IUP, pelepasan kawasan hutan, kadastral dan HGU serta apabila dalam tenggang waktu yang telah ditetapkan tidak berusaha mengajukan kelengkapan perizinan, hendaknya kegiatan penanaman dihentikan dan kemungkinan dicabut perizinan yang telah ada.Terhadap PBS yang telah memperoleh izin mulai tanggal 12 September 2006 sampai dengan tahun 2010, hendaknya diadakan perubahan izin yang telah diterbitkan dengan mengalokasikan 20persen untuk plasma, dan bukan untuk operasional, melainkan hanya untuk dasar permohonan pelepasan kawasan hutan.   
 ”Hal itu mengacu dari data yang dikumpulkan oleh pansus tercatat kalau saat ini terdapat 37 pemilik izin prinsip/arahan lokasi dengan luas areal 184.018,64 hektare yang belum memiliki atau mengurus IUP termasuk di dalamnya sebanyak 29 izin lokasi seluas 131.628,553 hektare,” paparnya.
Pansus juga meminta agar pemda memberikan peringatan keras dan tenggang waktu terhadap PBS yang tidak aktif  beroperasi, jika memang peringatan itu nantinya tidak dilaksanakan maka pansus merekomendasikan agar perizinan yang telah diberikan dicabut dan dibatalkan. Selanjutnya Bupati Kotim juga diminta agar memberikan kemudahan untuk memberikan rekomendasi permohonan pelepasan kawasan. Hal ini ditujukan kepada PBS yang aktif tetapi belum melaksanakan permohonan pelepasan kawasan hutan, terutama yang sudah memiliki HGU.
Sementara itu terhadap PBS yang perizinannya mengalami tumpang tindih, baik itu memasuki kawasan hutan, diminta agar pemda memerintahkan kepada BPN dan dinas kehutanan untuk melakukan pengukuran dan penatabatasan kawasan hutan yang masuk areal perizinan kebun dan menghentikan penanaman di areal kawasan hutan sambil menunggu disahkannya Perda RTRWP Provinsi Kalteng. Penghentian juga diminta kepada perusahaan yang tidak atau belum menyusun dokumen Amdal baik yang dikelola dengan pola kemitraan.
Terhadap 70 PBS pemilik IUP namun selama ini ternyata tidak membangun plasma, pansus merekomendasikan agar pemda segera melakukan pembinaan dengan memberikan teguran bahkan sampai pada pencabutan perizinan sebagaimana ketentuan yang berlaku.
 ”Pemda juga segera diminta mengajukan raperda yang mengatur tentang pembangunan kebun plasma atau kemitraan,” tambah Ririn yang juga akrab disapa Oci ini.
Dari sejumlah 43 izin prinsip seluas 111.280,43 hektare ternyata baru 23 izin yang telah memperoleh IUP dan di antaranya sebanyak 4 izin yang telah memperoleh pelepasan kawasan hutan. Sehingga, lanjut Oci, luas lahan tersebut belum terpungut PBBnya. Karena itu pansus merekomendasikan agar pemda memerintahkan pemilik kebun inti untuk membantu pengurusan perizinan mitra usaha.emi

0 komentar:

Posting Komentar